Senin, 16 Mei 2016

Teks Ulasan Film 'Cinta Tapi Beda'

Cinta Tapi Beda


Film Cinta Tapi Beda merupakan sebuah drama yang diadaptasi dari sebuah tulisan blog milik Dwitasari. Film ini di sutradarai oleh Hanung Bramantyo, sutradara terkenal yang telah menghasilkan banyak karya-karya terbaik dalam perfilman Indonesia dan juga Hestu Saputra. Film ini dibintangi oleh Agni Pratistha dan Reza Nangin sebagai Diana dan Cahyo dan juga Choky Sitohang sebagai Oka. Film berdurasi 96 menit ini cukup membuat penonton merasa tersentuh karena perjuangan dan kuatnya cinta mereka berdua walaupun terdapat perbedaan.
Film ini menceritakan tentang Cahyo, seorang chef restoran terkenal di Jakarta. Ia berasal dari Kota Gudeg Jogja. Keluarganya merupakan seorang muslim yang taat beribadah. Ia berusaha melepas kesedihannya setelah dikhianati oleh Mytha, kekasihnya yang suatu hari terpergok sedang bersama lelaki lain. Cahyo kemudian bertemu mahasiswa jurusan seni tari asal Padang bernama Diana. Diana merupakan penganut Katolik taat. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Di film ini, Diana diceritakan sangat menggemari daging babi rica rica yang diharamkan bagi muslim.
Mereka berdua kemudian berkenalan dan menjalani hubungan walau berbeda keyakinan. Bahkan serius melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Ketika Cahyo mengajak Diana ke Jogja, kampung halamannya, ibu Cahyo bisa memaklumi perasaan mereka berdua, tetapi tidak dengan ayah Cahyo yang sangat menentang hubungan mereka berdua, bahkan tidak segan memutus ikatan keluarga jika Cahyo tetap memaksa menikah dengan Diana. Begitu pula dengan ibu Diana yang tidak menyetujui hubungan berbeda keyakinan. Dengan terpaksa, Diana harus mengikuti ibunya kembali ke Padang dan dijodohkan dengan Dokter Oka yang seiman dengan Diana.
Tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani hubungan beda keyakinan. Mereka harus menjalani masa sulit setelah terpaksa harus berpisah. Diana berusaha keras melupakan Cahyo dan mencoba mencintai Oka, namun sepertinya tak berhasil. Begitu pula dengan Cahyo. Sebab mereka dipersatukan oleh cinta, bukan keyakinan.
Film ini mengajarkan kita sikap toleransi dan saling menghormati. Yang memang dalam Islam, hubungan berbeda keyakinan tidak diperbolehkan. Mereka memang saling mempertahankan agama masing-masing, tetapi cinta mereka tetap utuh. Menjalani hubungan berbeda keyakinan memang tidak mudah, karena mengalami berbagai macam rintangan dan kedilemaan. Tetapi kekuatan cinta membuktikan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memisahkan mereka yang sudah saling mencintai. Di film ini, sang sutradara juga sempat muncul sebagai pelanggan restoran tempat Cahyo bekerja, ia berperan sebagai pelanggan yang komplain karena masakannya terlalu asin atau tidak enak.
Kekurangan film ini terletak pada akhir cerita atau ending film, yang tidak dijelaskan bagaimana hubungan mereka pada akhirnya, tetap pada agama masing masing, atau salah satu dari mereka harus rela berpindah keyakinan. Film ini juga sempat menuai kontroversi, forum persatuan masyarakat Minangkabau melaporkan Hanung Bramantyo selaku sutradara ke Polda Metro Jaya. Sebab, pada film ini diceritakan tokoh perempuan (Diana) yang berasal dari Padang dan bergama non-muslim menyinggung masyarakat Minangkabau yang mayoritas beragama Islam. Hanung mengklarifikasikan masalah ini melalu akun twitter-nya, ia mengatakan bahwa tokoh Diana bukan masyarakat asli Minangkabau, melainkan pendatang dari Manado yang tinggal dan besar di Padang, serta menggambarkan keberagaman masyarakat Padang. Hanung menyayangkan banyaknya protes dari masyarakat yang bahkan belum menonton sendiri film ini.
Film ini cocok ditonton remaja dan dewasa. Untuk anak anak harus di bawah bimbingan orang tua. Pasalnya film ini mengandung unsur percintaan, tetapi bukan percintaan dengan alur yang klise, melainkan sebuah kisah perjuangan dan pengorbanan cinta berbeda keyakinan. Serta cukup baik ditonton karena mengajarkan sikap toleransi dan saling menghargai.