Cinta Tapi Beda
Film Cinta Tapi Beda merupakan
sebuah drama yang diadaptasi dari sebuah tulisan blog milik Dwitasari. Film ini
di sutradarai oleh Hanung Bramantyo, sutradara terkenal yang telah menghasilkan
banyak karya-karya terbaik dalam perfilman Indonesia dan juga Hestu Saputra.
Film ini dibintangi oleh Agni Pratistha dan Reza Nangin sebagai Diana dan Cahyo
dan juga Choky Sitohang sebagai Oka. Film berdurasi 96 menit ini cukup membuat
penonton merasa tersentuh karena perjuangan dan kuatnya cinta mereka berdua
walaupun terdapat perbedaan.
Film ini menceritakan tentang Cahyo,
seorang chef restoran terkenal di Jakarta. Ia berasal dari Kota Gudeg Jogja.
Keluarganya merupakan seorang muslim yang taat beribadah. Ia berusaha melepas
kesedihannya setelah dikhianati oleh Mytha, kekasihnya yang suatu hari
terpergok sedang bersama lelaki lain. Cahyo kemudian bertemu mahasiswa jurusan
seni tari asal Padang bernama Diana. Diana merupakan penganut Katolik taat. Ia tinggal bersama om dan tantenya
di Jakarta. Di film ini, Diana diceritakan sangat menggemari daging babi
rica rica yang diharamkan bagi muslim.
Mereka berdua kemudian berkenalan dan menjalani hubungan walau berbeda
keyakinan. Bahkan serius melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Ketika
Cahyo mengajak Diana ke Jogja, kampung halamannya, ibu Cahyo bisa memaklumi
perasaan mereka berdua, tetapi tidak dengan ayah Cahyo yang sangat menentang
hubungan mereka berdua, bahkan tidak segan memutus ikatan keluarga jika Cahyo
tetap memaksa menikah dengan Diana. Begitu pula dengan ibu Diana yang tidak
menyetujui hubungan berbeda keyakinan. Dengan terpaksa, Diana harus mengikuti
ibunya kembali ke Padang dan dijodohkan dengan Dokter Oka yang seiman dengan
Diana.
Tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani hubungan beda keyakinan. Mereka
harus menjalani masa sulit setelah terpaksa harus berpisah. Diana berusaha
keras melupakan Cahyo dan mencoba mencintai Oka, namun sepertinya tak berhasil.
Begitu pula dengan Cahyo. Sebab mereka dipersatukan oleh cinta, bukan
keyakinan.
Film ini mengajarkan kita sikap toleransi dan saling menghormati. Yang
memang dalam Islam, hubungan berbeda keyakinan tidak diperbolehkan. Mereka
memang saling mempertahankan agama masing-masing, tetapi cinta mereka tetap
utuh. Menjalani hubungan berbeda keyakinan memang tidak mudah, karena mengalami
berbagai macam rintangan dan kedilemaan. Tetapi kekuatan cinta membuktikan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memisahkan mereka yang sudah saling
mencintai. Di film ini, sang sutradara juga sempat muncul sebagai pelanggan restoran
tempat Cahyo bekerja, ia berperan sebagai pelanggan yang komplain karena
masakannya terlalu asin atau tidak enak.
Kekurangan film ini terletak pada akhir cerita atau ending film, yang tidak
dijelaskan bagaimana hubungan mereka pada akhirnya, tetap pada agama masing
masing, atau salah satu dari mereka harus rela berpindah keyakinan. Film ini
juga sempat menuai kontroversi, forum persatuan masyarakat Minangkabau
melaporkan Hanung Bramantyo selaku sutradara ke Polda Metro Jaya. Sebab, pada
film ini diceritakan tokoh perempuan (Diana) yang berasal dari Padang dan bergama
non-muslim menyinggung masyarakat Minangkabau yang mayoritas beragama Islam.
Hanung mengklarifikasikan masalah ini melalu akun twitter-nya, ia mengatakan
bahwa tokoh Diana bukan masyarakat asli Minangkabau, melainkan pendatang dari
Manado yang tinggal dan besar di Padang, serta menggambarkan keberagaman
masyarakat Padang. Hanung menyayangkan banyaknya protes dari masyarakat yang
bahkan belum menonton sendiri film ini.
Film ini cocok ditonton remaja dan dewasa. Untuk anak anak harus di bawah
bimbingan orang tua. Pasalnya film ini mengandung unsur percintaan, tetapi
bukan percintaan dengan alur yang klise, melainkan sebuah kisah perjuangan dan
pengorbanan cinta berbeda keyakinan. Serta cukup baik ditonton karena mengajarkan
sikap toleransi dan saling menghargai.